Kamis, 28 April 2011

IMAM AL-GHAZALI


A. Sekilas Tentang Imam Ghazali

Muhammad Abu Hamid Ghazali di lahirkan pada tahun 450 H di kota Thusi, termasuk dalam propinsi Khurasan. Sepanjang masa hidupnya (450-505H atau 1058-1111M), dia menghasilkan ratusan karya tulis. Dan karya tulis yang masih ada sampai sekarang sebanyak 78 buah. Ia mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Ahmad. Ahmad merupaka tokoh terkemuka dala kancah filsafat dan tasawuf.[1]

Ayah mereka adalah seorang pengrajin kain shuf, sejenis kain yang terbuat dari kulit domba. Mejelang wafat ia menitipkan penjagaan aaknya pada seorang sahabat sambil berkata “sungguh saya menyesal tidak belajar khat(tulis enulis arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon egkau mengajarinya dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya”.

Setelah ayah Ghazali meninggal, maka teman ayahnya tersebut mengajarinya ilmu hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudia, dia meminta maaf karena tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya karena sebenarnya ia pun hanyalah seorang yang fakir. Dan ia menganjuran Al-ghazali dan Ahmad untuk masuk ke madrasah karna dengan demikian mereka akan mendapat makanan yang cukup. Mereka mengikuti saran tersebut dan mereka sangat bahagia. Hingga akhirnya mreka bisa mewujudkan harapan orangtuanya.[2]

B. Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya

Filsafat sangat berpengaruh dalam diri Ghazali. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membogkar kejelekan filsafat. Namun pada beberapa hal yang disangkanya benar, ia menyetujuinya. Ini terjadi karena ia melakukan itu tanpa didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadst-hadist nabi.

Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusannya dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadist dan sunnah rasul. Sehingga beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya hanya dengan meneliti dan membadah karya-karya Ibnu Sina.

C. Tingkatan-tingkatan Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Ghazali

Ghazali berkata bahwa kemahiran dalam ilmu pengetahuan Islam merupakan kewajiban setiap orang yang beriman. Ilmu pengetahuan yang wajib adalah Alquran dan As-sunnah dan tipe pengajaran lainnya.

Dalam perjalanan hidupnya Ghazali mengelompokkan ilmu pengetahuan dalam bidang yang agamis. Ilmu pengetahuan merupakan warisan para nabi, yang dapat di buktkan dan di periksa dengan ukuran akal dan kebijaksanaan Nabi.

Selanjutnya tipe belajar yang positif untuk pemahaman di bagi dalam empat kelas:

1) Asli

2) Pendukung

3) Berhubungan dengan pembukaan

4) Tambahan[3]

Tipe belajar yang asli memberi kemampuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang realita. Ghazali berkata apabila tidak ada sesuatu yang halal yang bisa dimakan, maka seseorang terpaksa memakan daging babi. Hanya sebatas untuk keperluan bertahan hidup. Dengan demikian, ilmu –ilmu lain selain ilmu realita juga harus di pelajari sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup tertentu. Sedangkan ilmu realita harus di cari sampai akarnya.

Pelajaran pendukung adalah pelajaran yang berkenaan. Contohnya dalam bidang hukum, adanya ahli fiqh atau qadhi untuk menyelesaikan masalah sengketa dan membimbing mereka ke jalan yang benar.

Tipe ilmu pengetahuan yang bersifat pengantar atau bersifat pendahuluan adalah pengetahuan yang betul-betul inti bagi yang pemahaman yang dalam, menyeluruh dan pasti tentang kitab sucinya.

Yang terakhir adalah tambahan bagi tiga tipe pelajaran pertama. Dan semua ini harus selaras dalam mengaplikasikannya.

Ghazali berpendapat bahwa bahwa pencerahan batin atau ilmu pengetahuan diri tidak mungkin bagi orang-orang yang tidak bermoral, angkuh dll. Jadi seseorang harus menempa dirinya agar tidak terfokus pada materi, hal-hal yang dilarang agama dan mampu mengekang atau mengendalikan amarahnya, bersikap sederhana dan bersahabat dengan siapa saja. Dan hal yang paling penting adalah tetap berpedoman pada ilmu yang terdapat dalam alquran dan sunnah. Sehingga antara ilmu dan agama dapat diseimbangkan.

Jadi belajar yang tidak putus-putus dan beribadah yng kontiniu adalah salah satu sarana yang mungkin untuk pencerahan dirri, pencapaian kedekatan dengan tuhan dan meningkatkan kualitas ilmu. Menurur Ghazali kualitas ilmu seseorang dapat dilihat dari hasil yang disumbangkan untuk pperbaikan perseorangan ataupun kelompok social.

D. Kritikan Alghazali Terhadap Filsafat

Dalam beberapa karyanya Alghazali menentang pemikiran para filosof, hal tersebut termuat dalam karyanya Tahafutul Falasifah dan Al-Munqidz min ad-Dalal. Bahkan Alghazali juga mengkafirkan mereka.

Ada dua puluh hal yang di tentang Alghazali, namun ada tiga yang paling sering disebut-sebut, dan tigs hal tersebut adalah:

1. Tentang Qadimnya Alam dan Keazaliannya

Menurut filsof alam itu Qadim, sedangkan menurut Alghazali alam itu baru. Dan tentang keazaliannya, Alghazali berpendapat bahwa keazalian alam itu terserah kepada Tuhan semata-mata, mungkin saja alam itu terus menerus jiika memang itu kehendak Tuhan.[4]

2. Tentang Pengetahuan Tuhan

Filsof mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan terbatas pada hal-hal yang besar saja. Sedangkan Alghazali berpendapat bahwa pengrtahuan Tuhan itu menyeluruh.[5]

3. Tentang Kebangkitan di Akhirat

Menurut filsof yang di bangkitkan d akhirat itu hanya rohani saja sedangkan menurut Alghazali, tidak hanya rohani saja tapi jasmani juga.

Sebagian pengamat filsafat menyayangkan pemikiran Alghazali yang tidak berlandaskan sunnah, dan hanya melihat dari satu sisi saja. Karena apa yang ditentangnya dalam suatu kitab namun dibenarkannya dalam kitab yang lain.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


[1] Prof.Drs. Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Alghazali 2005 (Bogor; CV.Pustaka Setia)

[2] Sahabatilmucenter.wordpress.com

[3] Ibid,75

[4] Drs.Sudarsono,SH. M.Si. Filsafat Islam.2004(Jakarta:Rineka Cipta)hal66

[5] Drs. Ahmad Syadali,M.A, Filsafat Umum 1997(Bogor; Pustaka Setia)

Tidak ada komentar: